top of page
reddeeid

Barang Branded, Gengsi (status sosial) atau Investasi?

Diperbarui: 24 Feb 2023


Hampir mayoritas luxury fashion brands bercokol dari Benua Eropa dan Amerika.
Contoh Brand

Hampir mayoritas luxury fashion brands bercokol dari Benua Eropa dan Amerika. Namun, harus diakui, konsumen terbesar dari barang-barang fesyen bermerek berasal dari Benua Asia. Bahkan, industri produk fashion branded di Asia mengalami perkembangan paling pesat.



Status sosial menjadi hal yang penting bagi sebagian orang, bahkan dianggap terlalu penting sehingga tak lagi masuk akal. Status sosial tersebut bisa ditunjukan dengan penampilan, dengan busana yang dipakai, sepatu, tas, perhiasan dan lainnya. Maka tak heran banyak yang rela merogoh kocek sedalam-dalamnya untuk mendapatkan barang-barang bermerek.


Status sosial menjadi hal yang penting bagi sebagian orang, bahkan dianggap terlalu penting sehingga tak lagi masuk akal.
Illustrasi Mall

Lantas apakah kebiasaan tersebut bisa menjadi investasi jangka panjang? Pasalnya, uang yang digunakan untuk membeli barang itu tidak sedikit, akan lebih baik apabila uang tersebut diinvestasikan untuk masa depan.

Hal yang perlu diperhatikan saat membeli suatu barang adalah tujuan apakah untuk memenuhi kebutuhan atau alasan memenuhi keinginan.

“Sah-sah saja membeli produk branded, karena umumnya barang branded memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan barang lainnya. Misalnya dari sisi material, style, kontrol kualitas serta umur produk,”.

Sehingga, membeli barang bermerek bisa menghemat jika memenuhi kriteria serta waktu yang tepat. Selain itu, bagi beberapa profesi membeli barang branded bisa dimasukan kategori investasi karena menimbulkan kesan terpercaya serta meningkatkan kepercayaan diri bagi pemiliknya, dan memudahkan dalam bisnis seperti membina relasi dengan klien.

Double Sens 36 bag dari Hermes seharga $30,400 atau setara Rp440,37 juta (dengan kurs Rp14.486/US$)
Tas Hermes Double Sens 36

“Jika ternyata membeli barang branded hanya sekadar untuk memenuhi gengsi, maka hal ini dapat menjadi pemborosan karena tidak berhubungan langsung dengan penghasilan,”.


Double Sens 36 bag dari Hermes seharga $30,400 atau setara Rp440,37 juta (dengan kurs Rp14.486/US$)

Kebanyakan barang branded adalah barang konsumsi yang tentu saja nilainya akan menurun sesuai dengan usia pakai.


Lembaga riset tren fesyen WGSN mengungkapkan perilaku konsumen barang fesyen mewah di Asia telah bergeser dari generasi terdahulu. Dulu, konsumen barang mewah cenderung mencari pengalaman unik dalam berbelanja dan berburu produk. Namun, generasi baru pecinta barang branded lebih memilih membeli barang secara online atau mencari tahu lebih dalam tentang merek-merek baru, di luar blue-chip brands yang sudah mapan selama berdekade-dekade. “Ini menunjukkan adanya pergeseran persepsi konsumen, yang mempertanyakan kembali makna dari sebuah produk fesyen mewah yang sejak lama menjadi indikator status sosial dan ekonomi,”.

RedDee.id hadir di tengah pandemi ini selain mengeluarkan produk dengan bahan yang berkualitas seperti yang dipergunakan produk fesyen dengan membawa brand tertentu sehingga harga jualnya meningkat 4 sampai 10 kali lipat.

Dengan menetapkan standard yang baik diharapkan generasi baru yang memahami bahan dan kualitas dari suatu produk bisa melirik brand baru sebagai jawaban dari kebutuhan mereka. Brand baru yang selalu memperhatikan material, style, kontrol kualitas serta umur produk dan tentunya dengan menyesuaikan dengan investasi yang akan dikeluarkan konsumen. Sudah saatnya konsumen memahami baju dengan material yang sama (katakanlah) jersey dan kualitas jahitan yang setara mengapa harus belanja dengan harga 5x lipat.

Jadi ingat iklan masala laloe, “yang mahal banyak, yang lebih baik Cuma xxxx.”




Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


bottom of page